Pendahuluan
Kegiatan pembelajaran matematika dapat juga dilakukan dengan bereksperimen. Metode ini dirasakan perlu untuk menghindari kejenuhan di antara para siswa, sekaligus mengubah pandangan mereka; bahwa ada sisi lain dari pembelajaran matematika yang jarang dilakukan.
Matematika itu rumus, mungkin pernyataan itu ada benarnya. Hal ini dikarenakan, ketika kita bicara matematika (apalagi dalam pembahasan soal) akan timbul pertanyaan “Rumus apa yang digunakan untuk menyelesaikan soal ini?” Di samping rumus, hal lain yang akrab dengan matematika adalah angka, teorema, dan simbol. Kesulitan yang dialami oleh sebagian siswa adalah: Bagaimana menghafal rumus yang tak kunjung habis? Kapan rumus itu digunakan? Dan apakah semua permasalahan (soal) harus diselesaikan dengan rumus? Dan mungkin masih banyak lagi pertanyaan – pertanyaan yang ada di benak para siswa kita.
Matematika memang tidak lepas dari teorema, persamaan, simbol, ataupun rumus. Hal ini tentu mempunyai tujuan tersendiri. Yaitu, diharapkan matematika mampu menyederhanakan ataupun memudahkan kita dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Permasalahan di sini tidak hanya sebatas soal – soal ulangan maupun soal ujian seleksi yang diadakan suatu lembaga. Lebih kompleks lagi, permasalahan yang akan/sudah ditemui dalam kehidupan sehari – hari. Secara tidak sadar, hampir setiap manusia memerlukan matematika dalam mengarungi kehidupan ini.
Persoalan yang timbul, adalah bagaimana menanamkan rumus – rumus tersebut agar mudah tertanam kepada siswa, khususnya rumus – rumus dasar. Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk menanamkan rumus di benak siswa – siswa kita. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengetahui dari mana rumus itu diperoleh. Proses pencarian/pembuktian rumus tidak selamanya memusingkan, bahkan rumus yang seharusnya dapat disampaikan dengan menarik akan menjadi ribet, jlimet, ruwet dan akhirnya bikin mumet. Ini sangat mungkin terjadi jika guru menanamkan rumus, dengan tidak melihat kondisi siswanya, apakah anak – anak (SD), remaja menjelang dewasa (SMP dan SMA).
Untuk kalangan tertentu, pembelajaran hendaknya dapat dilakukan dengan menggunakan metode yang menyenangkan. Ini akan berdampak psikologis yang baik bagi para siswa dalam memandang matematika. Persepsi akan matematika dapat berubah sedikit dengan sedikit.
Kegiatan pembelajaran matematika dapat juga dilakukan dengan bereksperimen. Metode ini dirasakan perlu untuk menghindari kejenuhan di antara para siswa, sekaligus mengubah pandangan mereka; bahwa ada sisi lain dari pembelajaran matematika yang jarang dilakukan.
Matematika itu rumus, mungkin pernyataan itu ada benarnya. Hal ini dikarenakan, ketika kita bicara matematika (apalagi dalam pembahasan soal) akan timbul pertanyaan “Rumus apa yang digunakan untuk menyelesaikan soal ini?” Di samping rumus, hal lain yang akrab dengan matematika adalah angka, teorema, dan simbol. Kesulitan yang dialami oleh sebagian siswa adalah: Bagaimana menghafal rumus yang tak kunjung habis? Kapan rumus itu digunakan? Dan apakah semua permasalahan (soal) harus diselesaikan dengan rumus? Dan mungkin masih banyak lagi pertanyaan – pertanyaan yang ada di benak para siswa kita.
Matematika memang tidak lepas dari teorema, persamaan, simbol, ataupun rumus. Hal ini tentu mempunyai tujuan tersendiri. Yaitu, diharapkan matematika mampu menyederhanakan ataupun memudahkan kita dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Permasalahan di sini tidak hanya sebatas soal – soal ulangan maupun soal ujian seleksi yang diadakan suatu lembaga. Lebih kompleks lagi, permasalahan yang akan/sudah ditemui dalam kehidupan sehari – hari. Secara tidak sadar, hampir setiap manusia memerlukan matematika dalam mengarungi kehidupan ini.
Persoalan yang timbul, adalah bagaimana menanamkan rumus – rumus tersebut agar mudah tertanam kepada siswa, khususnya rumus – rumus dasar. Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk menanamkan rumus di benak siswa – siswa kita. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengetahui dari mana rumus itu diperoleh. Proses pencarian/pembuktian rumus tidak selamanya memusingkan, bahkan rumus yang seharusnya dapat disampaikan dengan menarik akan menjadi ribet, jlimet, ruwet dan akhirnya bikin mumet. Ini sangat mungkin terjadi jika guru menanamkan rumus, dengan tidak melihat kondisi siswanya, apakah anak – anak (SD), remaja menjelang dewasa (SMP dan SMA).
Untuk kalangan tertentu, pembelajaran hendaknya dapat dilakukan dengan menggunakan metode yang menyenangkan. Ini akan berdampak psikologis yang baik bagi para siswa dalam memandang matematika. Persepsi akan matematika dapat berubah sedikit dengan sedikit.
When I listen, I hear.
When I see, I remember.
But when I do, then I understand.
Berdasarkan hal tersebut, diharapkan guru dapat mengajak para siswanya, untuk mencoba membuktikan beberapa rumus ataupun identitas. Dengan menggunakan beberapa alat dan bahan yang sederhana, ternyata banyak yang dapat dilakukan untuk melakukan kegiatan pembelajaran. Berikut adalah salah satu identitas yang pembuktiannya dapat dilakukan secara bereksperimen.
Benarkah (a + b)^2 = a^2 + 2ab + b^2?
Identitas di atas sangat sering digunakan, baik untuk tingkat SMP (pertama kali identitas ini diperkenalkan) hingga sampai perguruan tinggi. Mengingat hal tersebut, pemahaman lebih diutamakan dari pada menghafal. Dengan memahami, maka siswa akan dapat mencari dengan sendirinya identitas tersebut apabila mereka lupa. Ini berbeda dengan menghafal, di mana daya ingat para siswa tidaklah sama, dan akan berakibat fatal apabila siswa lupa, sehinga tidak tahu lagi apa yang harus diperbuat.
Sebagai pengajar di tingkat satuan MA/SMA, Dara sering mendapati (boleh dibilang sebagian besar) siswa yang mengatakan bahwa:
(a + b)^2 = a^2 + b^2
Ini tentu berawal dari pemahaman siswa yang kurang akan identitas tersebut. Identitas di atas dapat dibuktikan, dengan menggunakan alat dan bahan yang mudah kita peroleh dan tidak membutuhkan biaya mahal. Adapun alat dan bahan yang diperlukan, antara lain: Kertas, gunting, perekat, dan alat tulis.
Untuk membuktikan (a + b)^2 = a^2 + 2ab + b^2, kita akan membuat sebuah bidang datar yang merupakan perwakilan dari; a^2, b^2, ab, dan (a + b)^2. Agar nantinya kegiatan dapat berlangsung dengan mudah, buatlah pemisalan sebuah nilai untuk a dan b. Misalkan a = 5 cm dan b = 8 cm, dapat juga mengambil nilai yang lain disesuaikan dengan kondisi dan situasi.
Adapun pembuktiannya, dapat mengikuti langkah – langkah berikut:
- Buatlah sebuah persegi dengan ukuran 5 x 5 (a^2) pada sebuah kertas, seperti pada gambar berikut:
- Buatlah sebuah persegi dengan ukuran 8 x 8 (b^2) pada sebuah kertas, seperti pada gambar berikut:
- Selanjutnya akan dibuat bidang datar perwakilan dari 2ab.
2ab = ab + ab
sehingga kita membutuhkan bidang datar (baca persegi panjang) dengan ukuran a x b sebanyak 2 buah. Buatlah dua buah persegi panjang dengan ukuran 5 x 8 (ab) pada sebuah kertas, seperti pada gambar berikut:
- Karena a = 5 dan b = 8, maka a + b = 13. Buatlah sebuah persegi dengan ukuran 13 x 13 ((a + b)^2) pada sebuah kertas berwarna, seperti pada gambar berikut:
Sehingga kita telah memiliki semua bidang datar yang dibutuhkan. - Baliklah kertas yang mewakili (a + b)^2, selanjutnya tempelkan semua persegi dan persegi panjang yang ada. Seperti pada gambar berikut:
Dengan menempelkan satu per satu persegi dan persegi panjang yang ada dengan cara; Penempelan menutupi semua tepi dari persegi (a + b)^2. Penempelan yang dilakukan secara keseluruhan akan tampak, seperti pada gambar berikut:
Apa kesimpulan yang didapat?
Terlihat bahwa semua persegi dan persegi panjang yang ada mengisi semua ruang yang ada pada persegi yang mewakili (a + b)^2.
Sehingga: (a + b)^2 = a^2 + 2ab + b^2.
Bagaimana, menarik bukan?
Sampai ketemu lagi dengan Dara di bagian kedua ....
Oh ya. Semua gambar milik Dara Collection, jadi kalo ada yang mau pake harus ijin. Dara ga ikhlas dunia akhirat kalo ga ijin.
Bersambung .....
0 komentar:
Posting Komentar